Desa Segiri di Masa Kerajaan
Wilayah yang saat ini menjadi Desa Segiri pada masa kerajaan Mataram Islam / Kasultanan Mataram merupakan wilayah luar dari ibu kota kerajaan atau termasuk dalam wilayah yang ketika itu disebut wilayah mancanegara. Menurut konsep kekuasaan wilayah pada masa itu wilayah mancanegara adalah adalah lapisan ketiga wilayah kerajaan setelah wilayah kuthagara dan negara agung. Wilayah mancanegara adalah wilayah yang tidak secara langsung berhubungan dengan kerajaan namun bertanggung jawab kepada patuh (pejabat kerajaan) melalui bupati yang ditunjuk oleh raja. Wilayah mancanegara bisa terdiri atas tanah jabatan (tanah lungguh/apanage) ataupun tanah untuk mensuplai kebutuhan kerajaan (tanah narawita). Tidak ada catatan yang diketemukan perihal keberadaan wilayah di Desa Segiri merupakan tanah lungguh ataupun tanah narawita namun yang pasti wilayah Desa Segiri pada jaman dahulu merupakan tanah pertanian produktif.
Desa Segiri di Masa Kolonial
Melalui perjanjian Giyanti (1755) yang memecah wilayah Kerajaan Mataram Islam menjadi dua bagian yakni Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kasunanan Surakarta Hadiningrat, wilayah Desa Segiri masuk dalam wilayah kekuasaan Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Begitupun ketika terjadinya peristiwa Perjanjian Salatiga (1757) yang membagi kekuasaan Keraton Surakarta menjadi Kasunanan Surakarta dan Kadipaten Mangkunegaran, wilayah Desa Segiri saat itu masih menjadi wilayah kekuasaan Keraton Surakarta. Demikian terus terjadi pengurangan wilayah Keraton Surakarta akibat berbagai kondisi dan kejadian politik pada masa tersebut, hingga akhirnya pada awal abad ke-19 daerah Semarang dan Salatiga diserahkan kepada Belanda dan beralih status menjadi tanah yang berada di bawah kekuasaan langsung Pemerintah Hindia Belanda (gupernemen).
Setelah Belanda dikembalikan oleh Prancis, Pemerintah Kolonial yang dipimpin Gubernur Jenderal Van Der Capellen (1819-1826) membagi-bagi administrasi Pulau Jawa ke dalam sistem residensi yang masing-masing residensi dipimpin oleh pegawai negeri sipil Eropa yang disebut residen. Sebagaimana dicatat dalam Staatsblad No.16 Tahun 1819 wilayah Jawa Tengah saat itu dibagi menjadi tujuh wilayah karesidenan yakni; Karesidenan Tegal, Pekalongan, Semarang, Surakarta, Kedu, Jepara, dan Rembang. Yang mana wilayah Desa Segiri masuk dalam wilayah yang disebut Karesidenan Semarang.
Pada mulanya di masa kerajaan, belum dikenal pembagian wilayah administratif yang memiliki garis batas wilayah yang jelas sebagaimana pembagian wilayah saat ini. Seluruh tanah berada di bawah kekuasaan kerajaan. Luas wilayah pada masa itu dibagi berdasarkan jumlah cacah (petani penggarap dan luas tanah garapan) sehingga kemungkinan saat itu Desa Segiri masih ditinggali oleh kesatuan kelompok-kelompok masyarakat yang terdiri atas petani-petani yang tidak saling terkait hingga pada awal akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 (1870 di Mangkunegaran dan 1914 di Surakarta) Pemerintah Hindia Belanja menginisiasi adanya reformasi agraria yang mana tidak hanya membagi wilayah-wilayah kekuasaan kedalam batas-batas wilayah administratif sebagaimana sistem pembagian wilayah yang dikenal sekarang namun juga membentuk lembaga pemerintahan desa yang terdiri atas lurah, carik, kamituwa, kabayan, dan jaga tirta/ulu-ulu yang corak kelembagaannya mendekati struktur tata kerja pemerintahaan desa yang ada saat ini. Namun mengingat status wilayah daerah Semarang dan Salatiga yang lebih dulu menjadi daerah gupernemen pada awal abad ke-19 maka kemungkinan keberadaan Desa Segiri sudah lebih dahulu terbentuk dibandingkan desa-desa lain di wilayah kekuasaan Keraton Surakarta yang baru dibentuk pemerintah kolonial pada 1914.
Arsip tertua mengenai keberadaan Desa Segiri dapat ditelusuri hingga jaman penjajahan melalui dua salinan peta wilayah buatan Hindia Belanda yang berjudul “Topographische kaart der Residentie Semarang” tahun 1860 M dan peta berjudul “Salatiga en Ambarawa en Omstreken” bertarikh 1915 M. Kedua peta tersebut sudah mencatat nama-nama wilayah dan lokasi yang sama persis dengan wilayah Desa Segiri yang ada saat ini yakni; Karang Salam, Segiri, Gamolan, dan Gombang.
Desa Segiri di Masa Kemerdekaan
Konon pada permulaan berdirinya Desa Segiri yakni di masa penjajahan Belanda, lurah pertama di desa ini bernama Mbah Niti. Posisi lurah ini selanjutnya diteruskan oleh Mbah Sastro hingga puluhan tahun berikutnya atau diperkirakan sekitar tahun 1930-an. Lurah berikutnya ialah Mbah Wiro Soemarto sampai dengan pecahnya pemberontakan Merapi-Merbabu Complex atau MMC (1948-1951).
Keadaan yang tidak menentu pada masa itu memaksa Mbah Wiro Soemarto dan sebagian penduduk desa mengungsi ke wilayah yang dirasa lebih aman. Untuk mengisi kekosongan pemerintahan, Mbah Hardjo Didjojo ditunjuk sebagai pemimpin sementara wilayah Desa Segiri hingga kembalinya Mbah Wiro Soemarto dari pengungsian.
Sekembalinya Mbah Wiro Soemarto ke Desa Segiri, ia bersama masyarakat menginisiasi diadakannya pemilihan kepala desa dalam rangka memperkuat legitimasi kepemimpinan dan posisi lembaga pemerintahan desa yang mana dalam pemilihan tersebut Mbah Wiro Soemarto terpilih menjadi kepala desa pertama di Desa Segiri sekaligus kepala desa pertama yang berasal dari Dusun Karangsalam. Pada masa kepemimpinan beliau arah pembangunan desa difokusnya pada pendidikan, infrastruktur, dan ketahanan pangan yang dibuktikan dengan agenda berupa pendirian sekolah, pembangunan jalan raya, dan pendirian lumbung desa.
Masa jabatan Mbah Wiro Soemarto berakhir pada 1971. Untuk kedua kalinya diadakan pemilihan kepala desa secara demokratis di Desa Segiri yang memilih Bapak Sugiyanto dari Dusun Segiri sebagai kepala desa ke-2. Di era Kepala Desa Sugiyanto mulai dibangun kantor desa atau yang disebut Balai Desa Segiri sebagai pusat administrasi dan pemerintahan desa.
Lalu pada akhir masa jabatan Bapak Sugiyanto di tahun 1989 kembali diadakan pemilihan kepala desa yang kemudian dimenangkan oleh Bapak Syamsudin dari Dusun Karangsalam. Bapak Syamsudin menjadi Kepala Desa Segiri ke-3 dan menjabat selama sembilan tahun sampai tahun 1998. Pada masa ini kehidupan masyarakat mulai membaik sebagai akumulasi dampak kebijakan pemerintah yang berkesinambungan. Sebagai kepala desa, Bapak Syamsudin meneruskan pencapaian pembangunan para kepala desa sebelumnya. Ia melakukan pemerataan pembangunan di seluruh dusun, menyelenggarakan padat karya, pengaspalan jalan, jaringan listrik, jamban umum, perlindungan sumber air bersih, hingga pelayanan kesehatan dasar di kantor desa.
Pemilihan kepala desa berikutnya diadakan pada 1998. Tarwidi, S.P dari Dusun Gamolan terpilih menjadi Kepala Desa Segiri ke-4 sekaligus kepala desa terpilih paling muda di Desa Segiri karena terpilih ketika usianya saat itu baru 28 tahun. Usia yang muda tidak menghalangi Tarwidi, S.P dalam mengkonsolidasikan seluruh elemen masyarakat untuk bersatu padu bersama-sama membangun desa. Tarwidi, S.P melanjutkan program membangunan dan membenahi sektor-sektor yang sebelumnya belum tersentuh. Bidang sosial, peternakan, tempat ibadah mulai direvitalisasi. Begitu pula bangunan kantor desa yang diperluas serta pembelian unit komputer untuk menjalankan administrasi pemerintahan yang lebih modern.
Bapak Tarwidi, S.P menghabiskan masa jabatannya pada 2013 dan digantikan oleh Bapak Fahroji yang terpilih melalui pemilihan kepala desa tahun 2013. Pada masa ini Dana Desa mulai digelontorkan di tahun 2015 dan membawa dampak signifikan dalam proses pembangunan di Desa Segiri. Berbagai bentuk infrastruktur baru dibangun dalam rangka memenuhi hajat hidup dan menunjang aktifitas warga diantaranya pembangunan jalan beton yang menyentuh hingga gang-gang/jalan-jalan sempit, pembangunan talud penahan jalan, drainase, jambanisasi, rehab rumah tidak layak huni, penyediaan sumur bor serta pipanisasi jaringan air minum, termasuk juga pembangunan jaringan irigasi pertanian dan jalan usaha tani.
Selain itu bangunan umum yang rusak banyak direhabilitasi seperti rehab jalan aspal, rehab jalan beton, pelebaran jalan, rehabilitasi gedung PAUD, TK, Polindes, bangunan tangkapan air, mushola. Kantor Desa pun tidak luput dari modernisasi. Peremajaan bangunan kantor serta penambahan meubeler kantor untuk menggantikan fasilitas lama yang sudah using, termasuk pula dilakukan komputerisasi dan digitalisasi pelayanan.
Disamping itu aspek pembangunan sumber daya manusia juga mendapat porsi perhatian yang besar oleh Bapak Fahroji. Berkembangnya kelompok-kelompok kesenian, kelompok olahraga, kelompok rohani, kelompok tani, kelompok usaha, hingga pembentukan Badan Usaha Milik Desa (Giri Makmur) terjadi pada masa ini. Baik Pemerintah Desa maupun Lembaga Kemasyarakatan Desa terutama PKK Desa Segiri pada masa ini juga kerap menyabet penghargaan dalam berbagai kompetisi yang diselenggarakan di tingkat kecamatan maupun kabupaten.